Jumat, 17 Juni 2011

Apakah Teknologi Pendidikan itu?

Berikut, adalah definisi teknologi pendidikan/pembelajaran berdasarkan beberapa definisi dari tahun ke tahun sampai yang terkini.

Comission on Instructional Technology, 1970:

A systematic way of designing, implementing, and evaluating the total process of of learning and teaching in terms of specific objectives, based on research in human learning and communication and employing a combination of human and non human resources to bring about more effective instruction.

Suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam bentuk tujuan pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non-manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif.

Jadi, menrut konsep ini tujuan utama teknologi pembelajaran adalah membuat agar suatu pembelajaran lebih efektif. Bagaimana hal itu dilakukan? Dengan cara mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi secara sistematis berdasarkan teori komunikasi dan belajar tentunya, serta memanfaatkan segala sumber baik yang bersifat manusia maupun non-manusia. dengan demikian, sejak tahun 1970an, sudah ada pandangan bahwa manusia (dalam hal ini guru) bukanlah satu-satunya sumber belajar.

AECT (1972):

Educational tehcnology is a field involved in the facilitation of human learning through the systematic identification, development, organization and utilization of full range of learning resources and through the management of these process.

Teknologi pendidikan adalah satu bidang/disiplin dalam memfasilitasi belajar manusia melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar dan melalui pengelolaan proses kesemuanya itu.

Serupa tapi tak sama, bukan? Berdasarkan pengertian ini, jelas dikatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu disiplin ilmu yang memfokuskan diri dalam upaya memfasilitasi belajar pada manusia. Jadi obyek formal teknologi pendidikan menurut pengertian ini adalah bagaimana memfasilitasi belajar. Dengan cara apa? Melalui identifikasi, pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar. Disamping itu, melalui pengelolaan yang baik dan tepat terhadap proses daripada pengembangan, pengeorgnasiasian dan pemanfaatan secara sistematis seluruh sumber belajar tersebut.

AECT (1977):

Teknologi Pendidikan adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.

Ini adalah definisi yang paling “ribet” menurut saya. Tapi, sudah jelas menurut pengertian ini bahwa obyek formal teknologi pendidilkan adalah memecahkan masalah belajar manusia. Dilakukan dengan cara menganalisis maslah terlebih dahulu, baru kemudian melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah tersebut.

AECT (1994):

Teknologi Instruksional adalah teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola, dan menilai proses-proses maupun sumber-sumber belajar.

Definisi ini lebih operasional dari pada rumusan tahun 1977 yang menurut saya terlalu rumit. Definisi ini menegaskan adanya lima domain (kawasan) teknologi pembelajaran, yaitu kawasan desain, kawasan pengembangan, kawasan pemanfaatan, kawasan pengelolaan, dan kawasan penilaian baik untuk proses maupun sumber belajar. Seorang teknolog pembelajaran bisa saja memfokuskan bidang garapannya dalam salah satu kawasan tersebut.

Tom Cutchall (1999)

Instructional technology is the research in and application of behavioral science and learning theories and the use of a systems approach to analyze, design, develop, implement, evaluate and manage the use of technology to assist in the solving of learning or performance problems. (source: http://www.arches.uga.edu/~cutshall/tomitdef.html)

Definisi menurut Cutchal ini sama seperti definisi AECT 1994. Dia menekankan bahwa teknologi pembelajaran merupakan penelitian dan aplikasi ilmu prilaku dan teori belajar dengan menggunakan pendekatan sistem untuk melakukan analisis, desain, pengembangan, implementasi, evaluasi dan pengelolaan penggunaan teknologi untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja. Tujuan utamanya adalah pemanfaatan teknologi (soft-technology maupun hard-technology) untuk membantu memecahkan masalah belajar dan kinerja manusia.

AECT (2004):

Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.

Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa:
• teknologi pembelajaran / teknologi pendidikan adalah suatu disiplin/bidang (field of study)
• istilah teknologi pembelajaran dipakai bergantian dengan istilah teknologi pendidikan
• tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja;
• dalam mewujudkan tersebut menggunakan pendekatan sistemi (pendekatan yag holistik/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial);
• kawasan teknologi pembelajaran dapat meliputi kegiatan yang berkaitan dengan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
• teknologi pembelajaran tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh berkaitan dengan upaya memcahkan masalah belajar dan peningkatan kinerja.
• yang dimaksud dengan teknologi disini adalah teknologi dalam arti yang luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech)

Teknologi pendidikan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik untuk membantu proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai.[1] Istilah teknologi pendidikan sering dihubungkan dengan teori belajar dan pembelajaran. Bila teori belajar dan pembelajaran mencakup proses dan sistem dalam belajar dan pembelajaran, teknologi pendidikan mencakup sistem lain yang digunakan dalam proses mengembangkan kemampuan manusia.


[sunting] Defenisi Teknologi Pendidikan

  1. systematic way of designing, implementing, and evaluating the total process of of learning and teaching in terms of specific objectives, based on research in human learning and communication and employing a combination of human and non human resources to bring about more effective instruction (Commission on Instructional Technology, 1970)‏
  2. educational technology is a field involved in the facilitation of human learning through the systematic identification, development, organization and utilization of full range of learning resources and through the management of these process (AECT, 1972)‏
  3. instructional technology is the research in and application of behavioral science and learning theories and the use of a systems approach to analyze, design, develop, implement, evaluate and manage the use of technology to assist in the solving of learning or performance problems. The term instructional technology is often used interchangeably with the term educational technology, but instructional technology often has more emphasis on the scientific and systems approach of instructional problem solving while educational technology focuses more on the craft or art of using technology to support learning
  4. a systematic way of designing, implementing and evaluating the total process of learning and teaching in terms of specific objectives, based on research in human learning and communication and employing a combination of human and non-human resources to bring about more effective instruction” (U.S. Commission on Instructional Technology definition).
  5. Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources (AECT, 2004)‏


Berdasarkan definisi-definisi di atas menurut Ir. Lilik Gani HA, M.Sc.Ph.D [2] dapat disimpulkan bahwa:

  1. Teknologi pendidikan/teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin/bidang (field of study)
  2. Tujuan utama teknologi pembelajaran adalah (1) untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran; dan (2) untuk meningkatkan kinerja
  3. Teknologi pendidikan/pembelajaran menggunakan pendekatan system (pendekatan yang holistic/komprehensif, bukan pendekatan yang bersifat parsial).
  4. Kawasan teknologi pendidikan dapat meliputi kegiatan analisis, desain, pengembangan, pemanfaatan,pengelolaan, implementasi dan evaluasi baik proses-proses maupun sumber-sumber belajar.
  5. Yang dimaksud dengan teknologi dalam teknologi pendidikan adalah teknologi dalam arti luas, bukan hanya teknologi fisik (hardtech), tapi juga teknologi lunak (softtech)
  6. TP adalah proses kompleks yang terintegrasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia


[sunting] Referensi

  1. ^ Richey, R.C. (2008). Reflections on the 2008 AECT Definitions of the Field. TechTrends. 52 24-25
  2. ^ Lilik Gani, Peran Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Akses, Mutu dan Relevansi Pendidikan di Indonesia. Bandung. Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kolokium Teknologi Pendidikan di Bandung (04-05 Desember 2008)
Ilmu Teknologi Pendidikan

Seminar Teknologi InformatikaKami di Pendidikan.Network memang sangat mendukung perkembangan teknologi di bidang pendidikan tetapi kami juga wajib untuk monitor perkembangan teknologi dan cara melaksanakan dari sisi keuntungan dan kemajuan mutu pendidikan secara rialistik dan holistik. Apakah retorika mengenai peran dan pentingnya teknologi pendidikan dalam kegiatan belajar / mengajar sesuai dengan kenyataan dan keadaan di Indonesia?

"Ayo, Mengarah Ke Mutu Pembelajaran Yang Standar Dunia"
(Teknologi Tepat Guna Adalah Solusinya, Bukan Pembelajaran Berbasis-ICT)

ICT adalah Teknologi yang "Paling Tidak Tepat Guna" untuk
Pembelajaran di Sektor Pendidikan Umum

ICT adalah teknologi yang "Paling Tidak Tepat Guna" untuk Pendidikan Umum Yang Bermutu di Indonesia, kan? ICT dapat membunuh kreativitas, sangat terbatas oleh kekurangan infrastruktur, maupun biaya perawatan yang sangat mahal, banyak sekolah tidak dapat merawat sekolah saja, maupun ratusan komputer (puluhan juta secara nasional)....

Kalau menggunkan "Ilmu Teknologi Pendidikan Tepat Guna" (Ilmu Teknologi Pendidikan) komputer jarang dipakai di kelas, dan tidak perlu, sebetulnya (Jarang Tepat Guna).

"Teknologi Tepat Guna (TTG) sudah ada di semua sekolah di Indonesia "Sekarang", dan guru-guru hanya perlu belajar caranya menggunakan TTG secara efektif, dan bersama PAKEM kita dapat mencapaikan Pendidikan Standar Dunia. Maupun Menggunakan Strategi/Metodologi TTG (Yang Berbasis-Pedagogi) Adalah Cara Terbaik Untuk Mengintegrasikan Semua Macam Teknologi Dalam Pendidikan.

Pembelajaran Berbasis-ICT Di Kelas Dapat Sangat Mengancam Perkembangan SDM (Maupun Perkembangan Guru) Yang Kreatif Di Indonesia. Informasi lanjut...

Kalau membaca berita mengenai isu-isu di surat kabar:

Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta, 30.000 Desa Belum Teraliri Listrik, dan 55 juta orang tidak memiliki "akses" terhadap sumber air yang aman (Tiap Hari 5.000 Balita Mati karena Diare) dan Korupsi Terjadi di Semua Level Penyelenggara Pendidikan, dan UN Tidak Ciptakan Proses Belajar Kreatif, dan kita perlu Setop Kurikulum Merugikan Siswa, juga 70% Lulusan SMA Tanpa Keterampilan Cari Kerja, dan Kemampuan Guru Harus Ditingkatkan, dan Ribuan Anak Cacat Usia Sekolah Belum Terlayani, dan Pendidikan Berkualitas Hanya untuk Orang Berduit, dan .........

Jelas, kalau kita ingin membuat program untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia kita harus memastikan bahwa strategi-strategi yang direncanakan menghadapi segala macam hal, dan yang di utamakan adalah kebutuhan dasar untuk mengajar dan situasi yang nyaman dan aman di semua sekolah (termasuk listrik/air).

Dengan rasio: "Sekarang Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa" dan "dari jumlah total yang mencapai 200.000 sekolah, sekitar 182.500 sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA se-Indonesia belum terakses internet", jelas TIK bukan solusinya sekarang, kan?

Komputer-komputer yang ada di sekolah-sekolah umum belum cukup untuk belajar ilmu Teknologi Informasi Komunikasi (TIK), apa lagi menggunakan TIK untuk belajar.

"Internet Belum Dimanfaatkan Secara Positif Oleh Pelajar"
(Prof. DR. Nurtain)

"PADANG--MI: Pakar pendidikan dari Universitas Negeri Padang (UNP), Prof. DR. Nurtain mengatakan kini banyak pelajar dan mahasiswa yang tidak memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi internet untuk hal-hal positif namun lebih cenderung hanya untuk menghabiskan waktu dan hal yang tidak bermanfaat."

Prof. DR. Nurtain - Salut
Semoga kita dapat mulai menggunakan anggaran pendidikan kita untuk hal yang penting, seperti melatih guru-guru di lapangan mengenai caranya menggunakan "Teknologi Yang Tepat Guna"

Kelihatannya kita sudah mulai sadar!
Internet Masuk Sekolah - Mengapa?



(Teknologi Berbsis Ilmu Teknologi Pendidikan)
"Perkembangan Keilmuan Teknologi Pendidikan Sesuai Arah Pembangunan Pendidikan"
(Apakah Ada Arah Pembangunan Pendidikan?)


"Ketidakmerataan Pendidikan Sudah Cukup Sering Dibicarakan"
(Solusinya? hm... tell me how sir?)


"1 Komputer Untuk Satu Siswa, Atau Berapa Rasio Yang Terbaik?"
(Apakah Ini Hanya Pertanyaan Akademik?)

Kapan Kita Akan Mempunyai "1 Komputer Untuk Satu Siswa"?


"Pembelajaran Yang Standar Dunia"
(TTG & PAKEM)


"Kita Kan Tetap Harus Berusaha Untuk Mengikuti Perkembangan Dunia"
(Web-Based Learning)


"Skype di kelas bahasa Inggris?"
(Skype & Pembelajaran)


"Teknologi Pendidikan Tepat Guna :: Jaman Kini! "
(Ayo! Menggunakan "Appropriate Technology")


"E-Learning, Si TPers dan Peran Teknologi Pendidikan"
(Tangan Kiri Vs Tangan Kanan)


"Programmed learning, Kreativitas, Inovasi, dan E-Learning"
(E-Learning Dapat Membunuh Kreativitas!)


"Mobile E-Learning Will Go Away" : M-Learning?
(Apa Peran M-Learning : Analysis Roger Schank)


"Is the role of high-tech in learning significant?"
(Enquiry from our Facebook group)


"E-Book Sering Disebut Sebagai Alat Bantu"
(Mengapa kita selalu mencari solusi yang sulit?)


"Video Pendidikan Gratis Buat Para Pendidik Di Seluruh Indonesia!"
(Aduh - Televisi Di Kelas Lagi?)


"Perbedaan Pendidikan Ilmu Komputer dengan Pendidikan Guru TIK"
(Re: R Indra Firmansyah)


"Kuliah Bersama di Widya Telewicara"
(Teleconferencing : Aduh - Teknologi Lagi)


"Apakah Kebijakan terhadap TIK (ICT) di Sekolah Mengancam
Perkembangan Pendidikan?"
(Wooo..... Na ini betul bahaya!)


"Appropriate Technology For Sustainable National Education Development"
(Konsep-Konsep Untuk Pentaloka Nasional)


"Learning and the Changing Needs of The 21st Century"
(North Central Regional Education Laboratory)


"Mengaktifkan Siswa Dalam Belajar :: Pembelajaran Aktif"
(Terjemahan - Akhmad Sudrajat 3 April 2010)


"Teknologi Pendidikan Untuk Masa Kini / Masa Depan"
(Ilmuwan Teknologi Pendidikan Profesional)


'Menyanyi "Membela Yang Benar" Untuk Teknologi Pendidikan'
(Kita Harus Berjuang.....)


"14 Tips Menggunakan Internet Secara Cerdas"
(Pak Heru Sutadi)


"Apakah Teknologi Pendidikan Adalah Solusinya?"

"Dunia Pendidikan Terhadap Gagasan Kewirausahaan"

Membahas Isu-Isu Teknologi Pendidikan Di Facebook Kami

Bagaimana dengan mutu pendidikan di negara-negara yang sudah memiliki fasilitas teknologi pendidikan canggih? Misalnya; Australia dan U.S.A.

"Much of the recent media attention on higher education has focused on allegations about the declining quality of the educational experience, including claims of ‘soft-marking’, declining academic standards and the ‘dumbing down’ of courses" (Department of Education, Australia).

"Australia needs nothing less than a revolution in education - a substantial and sustained increase in the quantity of our investment, and the quality of our education," Mr Rudd says in the paper. "This is required at every level of education from early childhood to mature age." (The Australian, January 23, 2007).

"The Declining Quality of Mathematics Education in the US" (Jedidiah Jan 26 08 2007) "Mathematics education seems to be very subject to passing trends - surprisingly more so than many other subjects. The most notorious are, of course, the rise of New Math in the 60s and 70s, and the corresponding backlash against it in the late 70s and 80s. It turns out that mathematics education, at least in the US, is now subject to a new trend, and it doesn't appear to be a good one."

"A study released Thursday (December 16, 2005) by the U.S. Department of Education shows that only 25% of college graduates were “proficiently literate,” that is, “using printed and written information to function in society, to achieve one’s goals, and to develop one’s knowledge and potential.” The results show a dramatic decline from 1992, the last year surveyed prior to this study. “This seems like another piece of hard evidence, a fairly clear indication, that the ‘value added’ that higher education gave to students didn’t improve, and maybe declined, over this period,” said Charles Miller, the former University of Texas regent who is heading the U.S. education secretary’s Commission on the Future of Higher Education." (Fighting Stupidity)

Kalau mutu pendidikan di negara maju dapat menurun walapun teknologi yang digunakan di bidang pendidikan sudah canggih sekali, mengapa Indonesia dapat percaya bahwa solusi pendidikan adalah teknologi pendidikan canggih? Tidak masuk akal kan?

Teknologi dapat digunakan, tetapi hanya akan betul bermanfaat setelah Ilmu Teknologi Pendidikan dan cara menggunakan teknologi di bidang pendidikan sudah dipaham oleh manajemen pendidikan kita maupun guru.

Beberapa Isu Penting:

  • How did the brilliant minds who created the technologies learn?
  • Who are the real driving forces behind education technology?
  • Education Technology is Big Business! How significant should the roles of Marketers and Technologists be in Learning Institution decision making?
  • What would be the future of Education Technology Departments in universities if we decided tomorrow that the contribution from education technology was not significant?
  • Where can we find unbiased information?
  • Are students really learning more effectively? Evidence?
  • Every time we teach we need to ask do we need education technology?

Kalau anda berharap bahwa e-Learning adalah solusinya untuk meningkatkan mutu pendidikan umum di Indonesia sekarang ini - sebaiknya berpikir lagi!
Pembelajaran di kelas yang bermutu di sekolah adalah solusi utama!

Perspektif Efektivitas Sekolah

"Sepertinya anda anti teknologi untuk pendidikan ya?"

Implementasi teknologi di bidang pendidikan perlu diintegrasikan ke dalam perencanaan (master plan) terhadap semua aspek pengembangan pendidikan secara seimbang (bukan secara proyek). Sering pengumuman yang muncul di media mengenai teknologi di arena pendidikan kelihatannya kurang menilaikan penelitian dan pengalaman di dunia pendidikan. Kasus-kasus teknologi dan pendidikan tertentu kelihatannya juga diankat sebagai solusi umum.

Memang kita wajib untuk mencari solusi yang kreatif, tetapi kita juga wajib untuk belajar dari pengalaman-pengalaman yang ada di dunia supaya kita tidak hanya mengulangkan kegagalan negara lain.

Kita Sangat Perlu Penelitian

Warnet

Apakah, karena makin banyak siswa-siswi sekarang main Internet di warnet daripada menggunakan waktunya di rumah untuk mengulang pelajaran dari sekolah dan mengerjakan PRnya ini sebagai salah satu sebabnya hasil dari Ujian Nasional (UN) kelihatannya menjadi lebih buruk?
Kita perlu tahu!


Teknologi pendidikan, misalnya; Whiteboard-Elektronik, OHP, Video, Televisi, e-Learning, Internet, dll, selalu mutu akhirnya 100% tergantung mutu content dan proses pengajaran. Teknologi sendiri hanya sebagai medium. Kalau berhasil atau gagal tergantung content dan proses pengajaran, bukan teknologinya.

Sebaiknya pemerintah tetap fokus untuk meningkatkan hal-hal mutu pendidikan di sekolah. Masih banyak masalah yang sangat dasar di tingkat sekolah.

Pendidikan Berbasis-Guru yang Mampu dan Sejahtera, di Sekolah yang Bermutu, dengan Kurikulum yang Sesuai dengan Kebutuhan Siswa-Siswi dan "Well Balanced" (seimbang, dengan banyak macam keterampilan termasuk teknologi), yang Diimplementasikan secara PAKEM adalah solusi utama untuk menyiapkan anak-anak kita untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan.

Ayo Pak MenDikNas, Mari kita berjuang bersama untuk meningkatkan semua aspek pendidikan supaya menjaminkan pendidikan yang bermutu untuk semua...

Anggaran Pendidikan 20% - Bersih Tanpa Korupsi dan MarkUp ... Mohon perhatian isu-isu di lapangan!

"Bambang Sudibyo menambahkan, adanya fasilitas ICT akan mampu memperbaiki akses pendidikan yang bermutu, yang selama ini sulit diakses oleh mereka yang bermukim di kawasan terpencil." (ANTARA News).

Maaf Pak, maksudnya "akses pendidikan yang bermutu" yang mana, di mana? Mohon memberi tahu Pak!

Kami sedang mencari sumber-sumber bahan pelajaran dan bahan pengajaran di Internet untuk anak-anak dan guru. Mohon mengirim link-link ke DataBase Kami di bagian "Situs Bahan Pelajaran" atau "Situs Bahan Pengajaran"

Webmaster .

Saran / Informasi Anda

Tujuan Teknologi PendidikanApa Itu Ilmu Teknologi PendidikanIsu-Isu Teknologi PendidikanLink-Link Teknologi Pendidikan
Isu-Isu Paling Penting terhadap KBM di Indonesia

Televisi Pendidikan
Keadaan di Indonesia

Membaca Saran Anda

Informasi Beasiswa Beasiswa
Beasiswa2 / Scholarships


Mencari Data & Informasi Pendidikan


Mendaftar Bisnis Anda Di Sini Gratis - Klik

Database Teknologi Indonesia

Bantuan Bahasa untuk Website

CyberDesa
Direktori WarNet
& Teknologi Gratis
Teknologi & Kemiskinan
Telecenter Website
Teknologi & Kemiskinan

eGroup Diskusi TeleCentre eGroup Warung Internet

Pendidikan Network
F.A.Q.


Dibuat 3 September, 2008
Copyright © 2008-2011

Tuesday, April 20, 2010

What is Cooperative Learning?

According to the University of Tennessee at Chattanooga (1998), "cooperative learning is a generic term for various small group interactive instructional procedures.” This learning concept allows small groups of students to work together to help themselves and their teammates to learn. Students may also be assigned to a group to work on long-term classroom goals. These groups are called base groups. "Base groups are cooperative groups that last the entire semester or school year; they provide a means through which students can clarify assignments for one another, help one another with class notes, and provide one another with a general sense of support and belonging in the classroom" (Ormrod, 2004, p. 413). Students work together on common tasks or learning activities that are best handled through group work. These are characteristics of cooperative learning:
  • Students work together in small groups containing two to five members.
  • Students are positively interdependent.
  • Activities are structured so that students need each other to accomplish their common tasks or learning activities.
  • Students are individually accountable or responsible for their work or learning (University of Tennessee at Chattanooga, 1998).
Cooperative learning groups can consist of two to five students, but groups of three to four are also effective. Classes can be divided up into several groups. The groups should contain high achievers and low achievers. These common features enhance the effectiveness of cooperative learning groups:

  • Students work in small, teacher-assigned groups.

  • Groups have one or more common goal toward which to work.

  • Students are given clear guidelines about how to behave.

  • Group members depend on one another for their success.

  • A structure is provided to encourage productive learning behaviors.

  • The teacher serves primarily as a resource and monitor.

  • Students are individually accountable for their achievement.

  • Students are rewarded for group success.

  • At the completion of an activity, each group evaluates its effectiveness (Ormrod, 2004, p. 414-15).
Importance of Cooperative Learning


When activities are designed and structured appropriately, cooperative learning can be very effective. According to Ormrod (2004), “students of all ability levels show higher academic achievement; females, members of minority groups, and students at risk for academic failure are especially likely to show increased achievement” (p. 417). This learning concept can promote advanced level of thinking skills:
  • Students essentially think aloud.

  • Students are able model various learning and problem solving strategies for one another.

  • Students are able to develop a greater metacognitive awareness as a result.
Usage and Applications



Cooperative learning allows the teacher to actively involve students in discovering knowledge through a new learning process. The learning process takes place through dialogue among the students. Dialogue can be achieved through formulated questions, discussions, explanations, debates, writings, and brainstorming during class (Institute for Dynamic Educational Advancement (IDEA), 2010). Projects that require a wide range of talents and skills can be assigned to each group member, contributing to the group’s overall success (Ormrod, 2004, p. 417). Assigning different roles to different students and providing scripts for interaction is another application of cooperative learning.


Advantages / Disadvantages
There are many advantages to cooperative learning. According to Ormrod (2004), "Students have a higher self-efficacy about their chances of being successful, express more intrinsic motivation to learn school subject matter, participate more actively in classroom activities, and exhibit more self-regulated learning" (p. 417). This allows students to engage in prosocial behaviors, perspectives of others, divide task equally, resolve interpersonal conflicts, and provide encouragement and support to each other. Students will have an increased number of friendships with racial groups, ethnic groups, and persons with disabilities. Cooperative learning concepts provide an array of learning tasks and are preferred over competitive and individualized learning. A number of schools are adopting this style of classroom learning. Cooperative learning concept is effective and allows students to tutor each other on information being studied (North Central Regional Education Laboratory, 2004).
Disadvantages of cooperative learning are that “students may sometimes be more interested in achieving a group reward with the least possible effort and so will focus more on getting the “right” answer than on ensuring that all group members understand the subject matter being studied” (Ormrod, 2004, p. 417). If one student does more talking and work, that student has the tendency to learn more than the others in the group. If incorrect information, strategies, or methods are suggested by one student, then the whole group is at risk. It is important for the teacher to follow the group’s discussions and lesson plans. The teacher should provide structure and guidance to promote the utmost learning and achievement possibilities (Ormrod, 2004).



Theories That Incorporate Cooperative Learning and the Authors of the Theories


According to Ormrod (2004), “from a behaviorist of point view, rewards for groups success are consistent with the operant conditioning notion of a group contingency” (p. 413). Behaviorist learning is the permanent change in behavior due to experience and results in an external change that can be observed. B. F. Skinner created the idea of operant conditioning in 1938, but views evolved when he died in 1990. The following are examples of how these ideas evolved:
  • Behavior is better understood by looking at a larger context and longer time frame than has traditionally been the case.
  • Operant conditioning involves cognition as well as behavior.
  • Operant and classical conditioning, taken together, do not completely determine the behaviors that an organism will exhibit on any given occasion.
  • Just as reinforcement increases the frequency of a response, punishment can be an effective means of decreasing a response (Ormrod, 2004, p. 73-4).
Operant conditioning involves reinforcement that results in a behavioral change that is based on the consequences that follow the behavior. In cooperative learning, a student and the group learn because they are rewarded by information learned and the information they provided to the rest of the group (College of Saint Benedict Saint John’s University, 2009).
The social cognitive theorist point of view suggests that students are able to perform tasks with greater self-efficacy when they know they are helping other group members. Cognitive learning is when mental association permanently changes due to the experiences and results in an internal change which can not be observed. Alberta Bandura evolved behaviorism and cognitive theories. Social learning emphasizes the beliefs, attitudes, and behaviors. Self-regulation is incorporated in this theory, and its ability to maintain one’s own behavior with internalized standards (College of Saint Benedict Saint John’s University, 2009). In cooperative learning, the teacher would provide the stimulus for the group to promote self- instruction, self-motivation, self-reinforcement, and self-imposed stimulus control.
The contemporary cognitivist point of view suggests “students who collaborate on a learning task create scaffolding for one another’s efforts and may co-construct more sophisticated ideas and strategies than any single group member might be able to construct alone” (Ormrod, 2004, p. 413).

References

College of Saint Benedict Saint John’s University (2009). Program goal II: Student learning. Retrieved April
18, 2010, from http://www1.csbsju.edu/EDUCATion/knowledgebase/knowledgebaseii.htm

Ormrod, J. E. (2004). Human learning. (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.

Institute for Dynamic Education Advancement (2010). Cooperative learning: Actively engaging students
work in collaboration. Retrieved April 15, 2010, from http://www.idea.org/page112.html

North Central Regional Educational Laboratory (2004). Cooperative Learning. Retrieved April 12, 2010,
from http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/learning/lr1coop.htm

The University of Tennessee at Chattanooga (1998). Cooperative Learning. Retrieved April 12, 2010, from
http://www.utc.edu/Administration/WalkerTeachingResourceCenter/FacultyDevelopment/CooperativeLearning/

Cooperative Learning Strategies (Slavin, 1990)

Cooperative Learning Visual Concept Diagram

Cooperative Learning Visual Concept Diagram

Description

Cooperative learning can be described as means of providing opportunities for pupils to work together as a team in accomplishing a set of given objectives. It is collaborative in nature and focuses on individual accountability to team success. A major benefit of cooperative learning includes the nurturance and development of social interaction skills.

Principles of Project-based Learning

Cooperative learning as a teaching strategy relies on the following:

  • Pupils are assigned to small groups or teams (ideally no more than 4 members in a group),
  • Teams are comprised of pupils of different ability levels.
  • The immediate intention is that each member of the "team" accepts the responsibility to achieve the goal(s) of instruction while helping any teammates who need assistance. Tasks or activities that are assigned can vary in nature depending on the grade level. The ultimate goal is to promote positive relationships and mutual respect among teammates, to foster accountability (both individual and group), and to provide a venue for problem solving as a team.

The more popular strategies used in cooperative learning include:

> Group Investigation

> STAD (Student Teams-Achievement Divisions)

> Jigsaw II

Procedures

  1. Assign groups according to different ability levels or backgrounds keeping each team as diverse as possible.
  2. Choose a cooperative learning strategy that the team will use to complete the task.
  3. Assign a task to be completed defining the parameters and clearly identifying the goals.
  4. Provide assistance when needed.
  5. Provide an evaluation checklist with points to determine progress in achieving team goals.
  6. Provide an opportunity for the team to share results of teamwork.

Co-operative Learning Wheel

by mr. mutawalli

First Ring | Second Ring | Third Ring | Fourth Ring | Fifth Ring

The Fifth Ring of the CL Wheel Learning

Outcomes of Cooperative Learning:
The outer (fifth) ring of the Co-operative Learning Wheel shows the kinds of learning outcomes that can be achieved by the Co-operative Learning approach. This ring identifies the vision we have for our learners and thus provides clarity of focus when making decisions about teaching practices.

Academic Gain
This is one of many critical learning outcomes of the Co-operative Learning approach. These goals are the retention, in-depth understanding and active use of knowledge. The knowledge can be divided into two types:

Conceptual Development: students’ capacity to construct personal meaning from concepts, principles, generalisations, and apply their understanding across a broad spectrum of disciplines, and

Mastery: the acquisition of skills, competencies, attitudes, values, and information. The processes involved in gaining this knowledge constitute such life-long learning competencies as information processing, complex thinking and reasoning skills, effective communication, co-operation, and habits of mind that enable continuous growth and success in life.

Effective Communicators
This is one of the life-performance roles that an effective education should cultivate. The Co-operative Learning approach provides motivation for the development of an effective interpersonal style of communication and regular practice, which enables students to develop confidence and improve their communication skills. Through CL students learn how to perform a variety of constructive group roles to ensure the emotional maintenance of the group while the task is being completed. These communication skills range from active listening, encouraging full and equal participation to giving the group direction, summarising ideas and keeping group members on task.

Skilful Leaders
This is another life-performance role that an effective education strives to achieve. The CL approach promotes a style of shared leadership where people construct meaning and knowledge together and strive toward common goals and mutual success. Both students and teachers demonstrate respect for one another when they acknowledge and affirm each other’s contributions and share responsibility for achieving learning outcomes.

Group Synergy
This is the development of a positive energy flow between people who are able to achieve results that no one individual could have achieved alone. Successful implementation of CL provides students with positive experiences where group members feel united and gratified in their mutual accomplishment. Such experiences enable them to seek and create similar collaborations beyond the classroom in the community. In the classroom, CL teachers provide opportunities for classbuilding and teambuilding to help students build their relationships and thus develop this positive energy flow of group synergy.

Pro-active Lifelong Learners
This is another life performance role that and education should promote. Because the CL approach enables educators to gradually delegate more and more authority and responsibility for learning to the students, the students develop their capacity to be active and constructive contributors and reflective learners. An outcome of Cooperative Learning is the development of students’ intrinsic motivation to continue learning and grow throughout life.

◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—– pg. top

The First Ring of the CL Wheel

Pre-requisites for high performance CL groups:

In order for students to achieve the outcomes described in the 5th ring, the CL teacher must first prepare students to learn together in groups. The CL teacher creates the conditions in the classroom that will positively influence student motivation to work together in a learning community. The pre-requisites for high performance groups are indicated in the first ring of the CL Wheel:

Process Management
· The Will to Co-operate
· The Will to Learn
· The Skill to Co-operate and
· The Skill to Learn

Process Management
In order to prepare students for learning in groups, the teacher acts as a classroom group facilitator and engages in Process Management. The CL teacher guides the separate individuals who enter the classroom toward becoming a cohesive group of people who will want to motivate themselves to learn together. The CL teacher consciously manages the group formation process.

Will to Co-operate
One of the pre-requisites for successful Co-operative Learning is inspiring in students the Will to Co-operate with others. This is developed when students establish a sense of their unique selves within the group and are accepted and appreciated by their peers. The CL teacher provides opportunities that allow students to share who they are, what they think and how they feel. By addressing basic interpersonal (social/emotional) needs students become motivated to work together.

Will to Learn
Another pre-requisite for successful Co-operative Learning is inspiring in students the Will to Learn. This is developed when students feel they are making a meaningful contribution to their own and other students’ learning. The CL teacher has to structure tasks that give students power to make a difference to the learning event.

Skill to Co-operate
Skill to Learn

The Skill to Co-operate and the Skill to Learn both require clear identification of the performance indicators of the skills they need in order to achieve the targeted outcomes. Before students are asked to work in groups they must know what the skills look and sound like. The groupwork task then provides opportunities for the students to practice, assess and improve in their performance of the skills.

◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—– pg. top

The Second Ring of the CL Wheel

The Principles of Co-operative Learning
Designing Groupwork Task

Co-operative Learning is different from traditional group work because it clearly structures for five principles. These principles ensure equal and active participation and continuous improvement in learning and communication processes.

GOALS FOR GROUP PROCESSING
Goals: The first CL principle appropriately begins with a view of the desired outcomes, namely the learning goals for a particular groupwork task. Both the teacher and students must know where they are headed (the desired learning outcomes) and how they will know when they get there (e.g. the assessment criteria and performance indicators). This information helps students and teacher to stay focused.

Group Processing: Processing refers to the act of looking back on a sequence of events that lead to an end result. Group processing occurs when we ask a group of students to reflect together to determine what is helping them learn together as well as what is hindering them from achieving the assessment criteria. In this way students can build on successes and set improvement goals for the next time.

To empower students to take responsibility for achieving the learning goals, opportunities must be provided that allow students to observe the learning and communication process and to give each other constructive feedback.

Observation by the students of the various learning processes enables them to achieve the cognitive and social learning outcomes. Students need to develop their capacity to observe for the performance indicators present in their own work and interaction patterns, and that of their peers.

Feedback on contributions to achieving the group learning goals and interpersonal styles of communication empowers students to improve their capacity to learn and communicate effectively. The CL teacher enables students to give and receive constructive feedback and opportunities to immediately act on the feedback to improve in their performance.

INDIVIDUAL AND MUTUAL ACCOUNTABILITY
The CL principle of Individual and Mutual Accountability helps teachers design tasks so that students cannot do the work for others or avoid doing their fair share of the work. For a CL group to be successful every member needs to learn the material, help with and understand the assignment. The groupwork task must be designed so that the whole group can take responsibility for all its members achieving their goals. In addition, the accountability principle requires each member to publicly demonstrate that s/he has contributed to the learning goals in the following ways:

  • Listening - students show evidence that they have listened and
    • understood the group discussion
  • Participation - students show evidence that they have participated
    • and contributed to the group product
  • Achievement - students show evidence that they have attained
    • the targeted learning outcomes.

POSITIVE INTERDEPENDENCE
The CL principle of Positive Interdependence is present within team sports: the success of one member on the team depends on the success of the others. The same is true for successful Co-operative Learning groups: each student must believe that they “sink or swim together.” The critical aspect of the learning task is that no one student can do the task alone.

Positive Interdependence exists when students perceive that they are linked to each other in a way where they cannot succeed unless their group mates also succeed. The CL teacher designs the task so that there are mutual goals (individual goals that support the group goals) and two or more of the following other types of interdependence:

Joint rewards: students recognise the mutual benefit for working together to accomplish learning goals together.

Shared resources: When materials and information are distributed among the students they recognise that they.need to work together to gain access to all that is required by the learning task.

Task division: the activity is designed so that students have different job functions, all of which are needed to.achieve learning outcome. This ensures positive interdependence where no one student can do the task alone.

Group Roles: students are assigned different group roles that address the social/emotional and task needs of the.group. Each student has a specific role and therefore the group needs his/her contribution. This ensures that no.one person can do the task alone.

PROMOTIVE INTERACTION
The CL principle of Promotive Interaction aims to help students bring out the best in each other. In order for students to work together in a mutually beneficial way, they must enable each other’s success by sharing resources and helping, supporting, encouraging and acknowledging each other’s efforts to learn. The CL teacher focuses students’ attention on the kind of interaction that is required to successfully perform the learning task.

Pair Work: the CL teacher creates numerous opportunities where students work in groups of two where 50% of students are actively engaged at any one time. Only through regular and consistent practice can students develop their ability to perform cognitive, language and social skills effectively.

Groupwork: Group size should be no larger than four students. The smaller the group, the greater the opportunity for students to participate actively and equally, be accountable for learning and improve in their ability to learn and communicate.

SOCIAL AND LEADERSHIP SKILLS
The CL principle of Social and Leadership Skills addresses the need for educators to consciously teach interpersonal and small group skills. For people to communicate effectively they must know what the skills look and sound like, the benefits of using the skills and then practice them.

Social Skills can be taught while students are doing their math, science or geography with little time off the regular curriculum. As a result of direct instruction students become aware of what the targeted social skill looks and sounds like, that is, the performance indicators of the skill.

Assigning Social Roles provides students with focused practice so that they can develop their capacity to perform targeted social skills. These roles refer to functions that relate to achieving the task. They include such functions as keeping themselves on task (Timekeeper), coach each other (Coach), summarise contributions (Summariser). The roles also refer to functions that relate to maintaining the social/emotional needs of the group, such as encourage equal participation (Encourager), acknowledge contributions (Acknowledger), monitor and adjust their own noise level (Quiet Captain), and give direction to how they work together (GateKeeper).

◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—–◊—– pg. top

The Third Ring of the CL Wheel

Elements of Task Design for the CL Principles
The third ring on the CL Wheel identifies how teachers can design the groupwork task for each principle. They have been described in the previous section.

The Fourth Ring of the CL Wheel

Elements of Lesson Design
Purpose for assigning groupwork task

The Fourth Ring focuses educators on the desired impact that they would like the groupwork task to have on the students and classroom learning community. Knowing the purpose for assigning groupwork, teachers are able to make decisions about what to ask students to think about and do while in their Co-operative Learning Groups.

Classbuilding: Activities are designed so that the whole class has an opportunity to meet in the “community circle” and/or to mingle with different members in the class. Classbuilding can serve as a social warm-up as well as a “mental warm-up” to introduce the subject matter and/or the social skills needed to perform the main collaborative task.

Teambuilding: Activities are designed so that group members, (pairs, groups of 3 or 4,) have an opportunity to get to know one another better, build a group identity and develop mutual support, while their minds also warm-up to the subject matter and social skills required for the main collaborative task.

Motivation of Social Skill Acquisition. The CL teacher provides opportunities for students to discover what the targeted social skill is and the benefits of performing the skill. As a result students gain clarity of focus on the kinds of social skills they will need in order to work on the assigned groupwork task set for the day or on-going project.

Practice of social skills. The CL teacher carefully designs the learning task in order to provide students with practice in the targeted social skill.

In the Skilful Leaders segment of the CL Wheel, a style of leadership is promoted that demonstrates respect for each person’s capacity:

Acknowledge and Affirm - CL teachers practice a style of leadership that demonstrates respect for the learner. They seek to draw out from students their perceptions, thinking, and understanding. This affirms and acknowledges who the students are and what they bring to the learning experience. In addition, when CL teachers design tasks where students present themselves and share their ideas and thinking processes, they are helping students develop habits where they acknowledge and affirm their peers.

Share Responsibility - CL teachers demonstrate their respect for students’ capacity when they give them opportunities to take responsibility, make decisions, and act on those decisions. By giving students meaningful choices and observing their process in making their choices, teachers can positively influence and develop students’ decision-making ability.

Mastery: One of the desired learning outcomes of every lesson: students’ development of proficiency in thinking and language processes and skills as well as learning important information.

Conceptual Development: One of the desired learning outcomes of every lesson: the gaining of in-depth understanding of the ‘big’ ideas, principles, generalities which students can then apply to a broad range of disciplines and use to create new knowledge.

The CL classroom seeks to equip students with knowledge and competencies they need in order to be self-directed, reflective and inquisitive learners for life. This occurs when students practice pro-active roles during their classroom learning experiences.

Contributors is one kind of role our students need to experience regularly so that it becomes a habit in how the student leads his/her life. When implementing groupwork, CL teachers invite students to make real and significant choices and contributions to the whole learning endeavour. This develops the habit of being a pro-active learner.

Reflective Learners is another kind of role that our students need to practice regularly so that they develop it as a habit of mind for continuous learning and growth. This helps students to develop a belief in themselves and respect for their own feelings and thoughts.

Putting it all together

The Co-operative Learning Wheel synthesises the theory, principles and practices for designing and implementing successful groupwork. Developing an optimal learning environment and using CL as an important teaching tool to achieve many critical outcomes at once takes time and perseverance. Being kind to yourself, taking small baby steps and working with colleagues will help you to succeed in using Co-operative Learning effectively in your classroom.

Cooperative Learning-Teknik Jigsaw


=========================

BAB I PENDAHULUAN

Cooperative Learning-Teknik JigsawPendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini, guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkatn aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum.

Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.

Berdasarkan pengamatan riil di lapangan, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas siswa, terutama dalam pembelajaran ekonomi. Masih banyak tenaga pendidik yang menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh sang guru.

Proses pembelajaran yang dilakukan oleh banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di dalam kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi, biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.

Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi, kegiatan belajar berpusat pada siswa, guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.

Pembelajaran kooperatif terutama teknik Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun makalah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw dalam Pembelajaran”.

===========================

BAB II PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW

A. Pembelajaran Cooperative Learning

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.

Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :

1. Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2. Tanggung jawab perseorangan.

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

3. Tatap muka.

Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4. Komunikasi antar anggota.

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5. Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada table berikut ini

Tabel Sintaks Pembelajaran Kooperatif

Teknik Jigsaw1

B. Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

C. Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et. al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Arends, 1997).

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997) :

Kelompok Asal

Cooperative Learning1

Kelompok Ahli

Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :

  • Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

Cooperative Learning2

Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

  • Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
  • Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
  • Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
  • Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
  • Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.
  2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
  3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
  5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

  1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
  2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.
  3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.
  4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
  5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

=====================================

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembelajaran di sekolah yang melibatkan siswa dengan guru akan melahirkan nilai yang akan terbawa dan tercermin terus dalam kehidupan di masyarakat. Pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam kelompok secara bergotong royong (kooperatif) akan menimbulkan suasana belajar partisipatif dan menjadi lebih hidup. Teknik pembelajaran Cooperative Learning dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan dapat meningkatkan kreativitas siswa.

Jigsaw merupakan bagian dari teknik-teknik pembelajaran Cooperative Learning. Jika pelaksanaan prosedur pembelajaran Cooperative Learning ini benar, akan memungkinkan untuk dapat mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Sampai saat ini pembelajaran Cooperative Learning terutama teknik Jigsaw belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat.

B. Saran

Sudah saatnya para pengajar mengevaluasi cara mengajarnya dan menyadari dampaknya terhadap anak didik. Untuk menghasilkan manusia yang bisa berdamai dan bekerja sama dengan sesamanya dalam pembelajaran di sekolah, model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran dan sekolah / guru. Selain itu, siswa akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir.

=========================

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : Grasindo.

Bambang Sudibyo. 2008. Materi Road Show Dewan Pendidikan Bersama Tim Wajar Dikdas Kabupaten Kuningan. Kuningan : Dewan Pendidikan Kabupaten Kuningan.

Daeng Sudirwo. 2002. Kurikulum dan Pembelajaran Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung : Andira.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Ekonomi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Pedoman Pembelajaran Geografi Secara Kontekstual Untuk Guru SMP. Jawa Barat : Depdiknas.

Dinas Pendidikan Kota Bandung. 2004. Model – model Pembelajaran. Bandung : SMP Kartika XI.

Lynne Hill. 2008. Pembelajaran Yang Baik. Bulettin PGRI Kuningan (Edisi ke-23 / Juni 2008).

Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda.

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Syaiful Sagala. 2006. Konsep Dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

*)) Novi Emildadiany adalah mahasiswa tingkat IV pada Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP-Universitas Kuningan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah seminar Ilmu Manajemen, yang disampaikan oleh Bapak Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd. dan Bapak Akhmad Sudrajat, M.Pd.